BOARDING SCHOOL DAN PERANANNYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
Oleh:RAVI BAINUR
A.
Pendahuluan
Memasuki abad ke 21, bangsa-bangsa
di dunia sedang berlomba dalam pengembangan berbagai teknologi strategis di
dunia global. Dampak perkembangan teknologi menyebabkan parubahan budaya, gaya
hidup dan prilaku sangat drastis. Terutama budaya-budaya ketimuran (islami)
semakin terjepit oleh budaya Barat yang dikemas dengan beragam media dan cara.[1]
Isu globalisasi tidak terlepas dari
booming ekonomi yang melanda dunia, yang menghilangkan semua sekat-sekat
budaya, geografis, dan ideology sebuah Negara. Tidak hanya sampai disitu tetapi
juga berkaitan dengan persoalan-persoalan lain, seperti budaya,
social, agama, politik, pendidikan dan hampir seluruh aspek kehidupan.[2]
social, agama, politik, pendidikan dan hampir seluruh aspek kehidupan.[2]
Instabilitas (ketidakstabilan
keadaan) yang selama ini melanda Indonesia, cukup mengganggu proses belajar
mengajar di Indonesia, sehingga mengganggu terciptanya sumber daya manusia
(SDM) di masa mendatang. Melihat kondisi seperti ini, menurut Menteri Pendidikan
Nasional Prof DR Yahya Muhaimin, semua harus selalu waspada,
jangan sampai generasi muda kita menjadi generasi yang lemah (dhoif), cengeng dan tidak bisa berdiri sendiri.
Untuk menciptakan generasi muda yang berkualitas, tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi harus dijalin suatu kerja sama yang baik antara pihak sekolah, guru, orang tua siswa dan siswa itu sendiri.[3]
jangan sampai generasi muda kita menjadi generasi yang lemah (dhoif), cengeng dan tidak bisa berdiri sendiri.
Untuk menciptakan generasi muda yang berkualitas, tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi harus dijalin suatu kerja sama yang baik antara pihak sekolah, guru, orang tua siswa dan siswa itu sendiri.[3]
Dampak dari terjadinya globalisasi
adalah terjadinya persaingan antar bangsa yang semakin tajam terutama dalam
ekonomi serta bidang keilmuan dan teknologi. Hanya segara yang unggul dalam
bidang ekonomi dan penguasaan IPTEK sajalah yang akan mengambil manfaat dari
globalisasi. Keunggulan dalam bidang ekonomi dan teknologi hanya bisa dicapai
dengan Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan demikian tantangan
dalam menghadapi globalisasi adalah dengan meningkatkan daya saing bangsa
Indonesia dalam menghasilkan karya yang bermutu sebagai hasil dari penguasaan
dalam bidang IPTEK.
Terkait dengan kebutuhan untuk
mempersiapkan SDM yang berkualitas yang mampu bersaing di era global, maka
perlu penajaman visi pendidikan sebagai upaya mempersiapkan SDM yang berkualitas.
Dengan melihat kondisi tersebut maka perlu dilakukan suatu upaya antisipasi
dengan melakukan perbaikan sistim pendidikan.
Visi pendidikan nasional yaitu,
”mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermoral dan berakhlak" mengandung
implikasi bahwa penyelenggaraan pendidikan haruslah mampu memadukan pendidikan
ilmiah dengan pendidikan moral dan akhlak. Nilai-nilai agama adalah nilai-nilai
universal yang dapat diimplementasikan dalam segala bidang. Oleh karena itu,
islam sebagai agama yang memiliki nilai-nilai luhur yang ajarannya bersifat
menyeluruh, melingkupi semua bidang kehidupan manusia menjadi alternative
pilihan terbaik untuk dijadikan landasan pengembangan sistim pendidikan.
Memasuki era baru ini, muncullah
lembaga pendidikan "Boarding School" yang memadukan system pesantren
dan sekolah umum. Dengan tujuan memberi bekal kefahaman agama dan IPTEK secara
seimbang.
A.
Pembahasan
1.
Pengertian Boarding School
Boarding school terdiri
dari dua kata yaitu boarding dan school. Boarding berarti asrama. Dan school
berarti sekolah. Boarding School adalah sistem sekolah berasrama, dimana
peserta didik dan juga para guru dan pengelola sekolah tinggal di asrama yang
berada dalam lingkungan sekolah dalam kurun waktu tertentu.
boarding school adalah
sekolah yang memiliki asrama, di mana para siswa hidup; belajar secara total di
lingkungan sekolah. Karena itu segala jenis kebutuhan hidup dan kebutuhan
belajar disediakan oleh sekolah.
2.
Factor-faktor Berkembangnya
Boarding School
Keberadaan Boarding
School adalah suatu konsekuennsi logis dari perubahan lingkungan sosial dan
keadaan ekonomi serta cara pandang religiusitas masyarakat. Dijelaskan sebagai
berikut:
1. Lingkungan
sosial yang kini telah banyak berubah, terutama di kota-kota besar. Sebagian
besar penduduk tidak lagi tinggal dalam suasana masyarakat yang homogen,
kebiasaan lama bertempat tinggal dengan keluarga besar satu klan atau marga
telah lama bergeser kearah masyarakat yang heterogen, majemuk, dan plural. Hal
ini berimbas pada pola perilaku masyarakat yang berbeda karena berada dalam
pengaruh nilai-nilai yang berbeda pula. Oleh karena itu, sebagian besar
masyarakat yang terdidik dengan baik menganggap bahwa lingkungan sosial seperti
itu sudah tidak lagi kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan intelektual dan
perkembangan anak.
2. Keadaan
ekonomi masyarakat yang semakin membaik, mendorong pemenuhan kebutuhan di atas
kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Bagi kalangan menengah-atas
yang baru muncul akibat tingkat pendidikan mereka yang cukup tinggi sehingga
mendapatkan posisi-posisi yang baik dalam lapangan pekerjaan berimplikasi pada
tingginya penghasilan mereka. Hal ini mendorong niat dan tekad untuk memberikan
pendidikan yang terbaik bagi anak-anak melebihi pendidikan yang telah diterima
oleh orang tuanya.
3.
Cara pandang
religiusitas masyarakat telah, sedang, dan akan terus berubah. Kecenderungan
terbaru masyarakat perkotaan sedang bergerak ke arah yang semakin religius.
Indikatornya adalah semakin diminati dan semaraknya kajian dan berbagai
kegiatan keagamaan. Modernitas membawa implikasi negatif dengan adanya ketidak seimbangan
antara kebutuhan ruhani dan jasmani. Untuk itu masyarakat tidak ingin hal yang
sama akan menimpa anak-anak mereka. Intinya, ada keinginan untuk melahirkan generasi
yang lebih agamis atau memiliki nilai-nilai hidup yang baik mendorong orang tua
mencarikan sistem pendidikan alternatif.[4]
3. Karakteristik
Boarding School
Secara embrional, boarding school
telah mengembangkan aspek-aspek tertentu dari nilai-nilai yang ada pada
masyarakat. Sejak awal berdirinya lembaga ini sangat menekankan kepada
moralitas dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemandirian, kesederhanaan, dan
sejenisnya. [5]
Karakteristik system pendidikan
Boarding School, diantaranya adalah:
1.
Dari segi sosial, system boarding
school mengisolasi anak didik dari lingkungan sosial yang
heterogen yang cenderung buruk. Di lingkungan sekolah dan asrama dikonstruksi
suatu lingkungan sosial yang relatif homogen yakni teman sebaya dan para guru
pembimbing. Homogen dalam tujuan yakni menuntut ilmu sebagai sarana mengejar
cita-cita.
2.
Dari segi
ekonomi, boarding school memberikan layanan yang paripurna sehingga menuntut
biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu anak didik akan benar-benar terlayani
dengan baik melalui berbagai layanan dan fasilitas.
3.
Dari segi
semangat religiusitas, boarding school menjanjikan pendidikan yang seimbang
antara kebutuhan jasmani dan ruhani, intelektual dan spiritual. Diharapkan akan
lahir peserta didik yang tangguh secara keduniaan dengan ilmu dan teknologi,
serta siap secara iman dan amal saleh.[6]
4. Klasifikasi
Boarding School
Klasifikasi boarding school menurut
jenisnya:
1.
Menurut system bermukim siswa
a.
All boarding school: seluruh siswa
bermukim di sekolah
b.
Boarding day school: sebagian siswa
tinggal di asrama dan sebagian lagi tinggal di sekitar asrama
c.
Day boarding: mayoritas siswa tidak
tinggal di asrama meskipun sebagian ada yang tinggal di asrama
2.
Menurut jenis siswa
a.
Junior boarding school: sekolah
yang menerima murid dari tingkat SD sampai SMP, namun umumnya tingkat SMP saja.
b.
Co-educational school: Sekolah yang
menerima siswa laki-laki dan perempuan
c.
Boys school: Sekolah yang menerima
siswa laki-laki saja
d.
Pre- professional arts school: Sekolah
khusus untuk seniman
e.
Special-Need Boarding School:
Sekolah untuk anak-anak yang bermasalah dengan sekolah biasa
3.
Menurut system sekolah
a.
Military school: Sekolah yang
mengikuti aturan militer dan biasanya menggunakan seragam khusus
b.
5 day boarding school: Sekolah
dimana siswa dapat memilih untuk tinggal diasrama atau pulang di akhir pekan
5. Perbedaan
Boarding School dengan Sekolah Formal
No.
|
Kriteria
|
Sekolah Formal
|
Boarding School
|
1
|
Fasilitas
|
Fasilitas standar
sekolah umum
|
Dilengkapi fasilitas
hunian dan berbagai fasilitas pendukung (sarana ibadah, olahraga, dll)
|
2
|
Kegiatan harian
|
Jadwal kegiatan
terbatas pada KBM
|
Jadwal kegiatan
harian teratur
|
3
|
Sistem pendidikan
|
Pengajaran formal di
kelas dan kegiatan ekstrakurikuler
|
Pengajaran formal,
ekstrakurikuler, pendidikan khusus /informal (keagamaan dll)
|
4
|
Aktivitas
|
Siswa datang ke sekolah
untuk belajar kemudian pulang
|
Siswa belajar dan
tinggal di sekolah, kehidupan siswa ada di sekolah
|
5
|
kurikulum
|
Kurikulum standar
Nasional
|
Kurikulum standar
Nasional, kurikulum Departemen Agama, dan kurikulum tambahan khas Boarding
School
|
6
|
Karakter arsitektur
|
Terdiri dari satu
atau beberapa massa yang kompak
|
Banyak massa yang
menyebar dengan massa hunian umumnya mengelilingi massa hunian
|
7
|
Pemanfaatan waktu
|
Waktu sangat
terbatas pada KBM
|
Tidak terbatas di
jam belajar, juga di jam pelajaran
|
8
|
Proses pendidikan
|
Perhatian guru tidak
optimum, karena keterbatasan waktu dan perbandingan jumlah siswa dan guru
yang relative besar
|
Perhatian lebih
optimum, karena waktu interaksi yang dimiliki lebih banyak, perbandingan
siswa dan guru lebih kecil
|
9
|
Jumlah siswa
|
40-45 orang
|
Minimla 18 orang
maksimal 30 orang
|
10
|
konsep
|
Sekuler (memisahkan
agama dan ilmu pengetahuan, dan penerapan kehidupan sehari-hari)
|
Islam integrated
(hal ini berdasar konsep ajaran islam yang meliputi bidang sosial, budaya,
politik, science)
|
11
|
Nuansa religius
|
Hampir tidak tampak
|
Sangat kental,
terlihat dari segi berpakaian dan kebiasaan
|
Perbedaan Secara Terjemahan
Arsitektural
No.
|
Kriteria
|
Sekolah Formal
|
Boarding School
|
1
|
kurikulum
|
Tidak membutuhkan
ruang belajar khusus
|
Membutuhkan belajar
khusus untuk tahfidz dan tarikh islam
|
2
|
Jumlah anak didik
|
Ruang kelas
berukuran minimum 90 m² (kapasitas 45 orang)
|
Ruang kelas 72 m²
(kapasitas 30 orang) dan ruang kelas 30 m² (kapasitas 18 orang)
|
3
|
Konsep
|
Bebas
|
Lingkungan sekolah
islami (membangkitkan penghayatan terhadap nilai-nilai islam) bangunan
sebagai penghayatan Islam
|
4
|
Nuansa religius
|
Arsitektur tidak
harus mendukung terjadinya pengalaman spiritual
|
Arsitektur sangat
mendukung, menggunakan keteraturan pola dan beradaptasi untuk ketenangan,
menghubungkan ruang dalam dan ruang luar
|
5
|
Pembagian kelas
|
Jumlah ruang kelas
berdasarkan ruang murid secara keseluruhan
|
Jumlah ruang kelas
berdasarkan seluruh jumlah siswa putra dan putri
|
6
|
Fungsi masjid
|
Peletakan masjid
tidak menjadi focus perancangan
|
Masjid aktif,
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan komunitas sekolah.
|
1. Keunggulan
Boarding School
Banyak keunggulan yang terdapat
dalam sistem asrama atau boarding school ini. Dengan sistem pesantren atau
mondok, seorang siswa atau santri tidak hanya belajar secara kognitif,
melainkan juga afektif dan psikomotor.
Salah satu cara terbaik
mengajarkan dunia afektif adalah pemberian teladan dan contoh dari para
pemimpin dan orang-orang yang berpengaruh di sekitar anak. Dengan mengasramakan
anak didik sepanjang 24 jam, anak didik tidak hanya mendapatkan pelajaran
secara kognitif, melainkan dapat menyaksikan langsung bagaimana perilaku
ustadz, guru, dan orang-orang yang mengajarkan mereka. Para siswa bisa
menyaksikan langsung, bahkan mengikuti imam, bagaimana cara salat yang khusuk,
misalnya. Ini sangat berbeda dengan pelajaran salat, misalnya, yang tanpa
disertai contoh dan pengalaman makmum kepada imam yang salatnya khusuk.
Jangan-jangan pelajaran di ke kelas bisa berbeda dengan pelaksanaan di rumah
saat murid/santri melaksanakannya sendiri.
Sistem boarding school
mampu mengoptimalkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor siswa, maka sistem
mesantren ini memiliki prasyarat agar para guru dan pengelola sekolah siap
mewakafkan dirinya selama 24 jam. Selama siang dan malam ini, mereka melakukan
proses pendidikan, baik ilmu pengetahuan, maupun memberikan contoh bagaimana
mengamalkan berbagai ilmu yang diajarkan tersebut.
Kelebihan-kelebihan
lain dari sistem ini adalah sistem boarding lebih menekankan pendidikan
kemandirian. Berusaha menghindari dikotomi keilmuan (ilmu agama dan ilmu umum).
Dengan pembelajaran yang mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum diharapkan
akan membentuk kepribadian yang utuh setiap siswanya. Pelayanan pendidikan dan
bimbingan dengan sistem boarding school yang diupayakan selama 24 jam, akan
diperoleh penjadwalan pembelajaran yang lebih leluasa dan menyeluruh, segala
aktifitas siswa akan senantiasa terbimbing, kedekatan antara guru dengan siswa
selalu terjaga, masalah kesiswaan akan selalu diketahui dan segera
terselesaikan, prinsip keteladanan guru akan senantiasa diterapkan karena murid
mengetahui setiap aktifitas guru selama 24 jam. Pembinaan mental siswa secara
khusus mudah dilaksanakan, ucapan, perilaku dan sikap siswa akan senantiasa
terpantau, tradisi positif para siswa dapat terseleksi secara wajar,
terciptanya nilai-nilai kebersamaan dalam komunitas siswa, komitmen komunitas
siswa terhadap tradisi yang positif dapat tumbuh secara leluasa, para siswa dan
guru-gurunya dapat saling berwasiat mengenai kesabaran, kebenaran, kasih
sayang, dan penanaman nilai-nilai kejujuran, toleransi, tanggungjawab,
kepatuhan dan kemandirian dapat terus-menerus diamati dan dipantau oleh para
guru / pembimbing.[7]
Sekolah berasrama biasanya mempunyai
fasilitas yang lengkap, sebagai penunjang pencapaian target program pendidikan
sekolah berasrama. Dengan fsilitas lengkap sekolah dapat mengekplaitasi potensi
untuk membangun lembaga pendidikan yang kompeten dalam menghasilkan output yang
berkualitas.
Sekolah berasrama dapat merancang
program pendidikan yang komprehensif-holistik dari program pendidikan
kaagamaan, academic development, life skill sampai membangun wawasan global.
Bahkan pembelajaran tidak hanya sampai pada tataran teoritis , tapi juga
implementasi baik dalam konteks belajar ilmu ataupun belajar hidup.
Dalam sekolah berasrama semua
elemen yang ada dalam kompleks sekolah terlibat dalam proses pendidikan.
Aktornya tidak hanya guru atau bisa dibalik gurunya bukan hanya guru mata
pelajaran,tapi semua orang dewasa yang ada di Boarding School adalah guru. Siwa
tidak bisa lagi diajarkan bahasa-bahasa langit, tapi siswa melihat langsung
praktek kehidupan dalam berbagai aspek. Begitu juga dalam membangun religious
society, maka semua elemen yang terlibat mengimplmentasikan agama secara baik.
Sekolah berasrama mampu menampung
siswa dari berbagai latar belakang yang berbeda. Siswa berasal dari berbagai
daerah yang mempunyai latar belakang sosial, budaya, tingkat kecerdasan,
kemempuan akademik yang sangat beraga, keadaan ini sangat kondusif untuk
membangun wawasan nasional, dan siswa terbiasa berinteraksi dengan siswa yang
berbeda.
Sekolah berasrama berupaya secara
total untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Makanya, banyak sekolah berasrama
yang mengadop pola penidikan militer untuk menjaga keamanan siswa-siswinya.
Tata tertib dibuat sangat rigid lengkap dengan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya.
2. Problematika
Boarding School
Sampai saat ini sekolah-sekolah berasrama dalam
pengamatan saya masih banyak mempunyai persoalan yang belum dapat diatasi
sehingga banyak sekolah berasrama layu sebelum berkembang dan itu terjadi pada
sekolah-sekolah boarding perintis. Faktor-faktornya adalah sebagai berikut:
1. Ideologi
Boarding school yang tidak jelas
Term ideology yang digunakan
untuk menjelaskan tipologi atau corak sekolah berasrama, apakah religius,
nasionalis, atau nasionalis-religius. Yang mengambil corak religius sangat
beragam dari yang fundamentalis, moderat sampai liberal. Masalahnya dalam
implementasi ideologinya tidak dilakukan secara kaffah. Terlalu banyak
improvisasi yang bias dan keluar dari pakem atau frame ideology
tersebut. Hal itu juga serupa dengan yang nasionalis, tidak mengadopsi
pola-pola pendidikan kedisiplinan militer secara kaffah, akibatnya
terdapat kekerasan dalam sekolah berasrama.
2. Dikotomi guru
asrama vs guru sekolah
Sampai saat ini sekolah berasrama kesulitan mencari guru yang cocok
untuk sekolah berasrama. Pabrikan guru tidak “memproduksi” guru-guru sekolah
berasrama. Akibatnya, masing-masing sekolah mendidik guru asramanya sendiri
sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Guru sekolah
(mata pelajaran) bertugas hanya untuk mengampu mata pelajarannya, sementara
guru pengasuhan adalah tersendiri hanya bicara soal pengasuhan. Padahal
idealnya, dua kompetensi tersebut harus melekat dalam Boarding school.
3. Kurikulum
Pengasuhan yang tidak Baku
Salah satu yang membedakan sekolah-sekolah berasrama adalah kurikulum
pengasuhannya. Kalau bicara kurikulum academicnya dapat dipastikan hampir
sedikit perbedaannya. Semuanya mengacu kepada kurikulum KTSP-nya produk
DEPDIKNAS dengan ditambah pengayaan atau suplemen kurikulum international dan
muatan local. Tapi kalau bicara tentang pola pengasuhan sangat beragam, dari
yang sangat militer (disiplin) sampai ada yang terlalu lunak. Kedua-duanya
mempunyai efek negative, pola militer melahirkan siswa yang berwatak keras dan
terlalu lunak menimbulkan watak licik yang bisa mengantar sang siswa
mempermainkan
4. Sekolah dan
Asrama Terletak dalam Satu Lokasi
Umumnya sekolah-sekolah berasrama berada dalam satu lokasi dan dalam
jarak yang sangat dekat. Kondisi ini yang telah banyak berkontribusi dalam
menciptakan kejenuhan anak berada di sekolah Asrama. Karena menurut Komaruddin
Hidayat (Direktur Executive Madania), siswa harus mengalami semacam proses
berangkat ke sekolah. Dengan begitu, mereka mengenyam suasana meninggalkan
tempat menginap, berinteraksi dengan sesama siswa di jalan, serta melihat
aktivitas masyarakat sepanjang jalan, sehingga siswa dituntut memiliki
mobilitas tinggi, kesehatan dan kebugaran yang baik, dan dapat membaca setiap
fenomena yang ada disekitarnya.[8]
A.
Peranan Boarding School Terhadap Pengembangan
Pendidikan Islam
Islam adalah agama yang sangat
mementingkan bahkan mewajibkan penganutnya untuk selalu menuntut ilmu. Islam
menyamakan menuntut ilmu dengan ibadah, dan memberikan pujian yang sangat
tinggi pada orang yang berilmu serta mengangkat derajat mereka diantara diantara
manusia lain. Secara konteks, perintah itu tidak terbatas pada ilmu agama dan
ibadah saja, melainkan diperintahkan pula untuk menguasai semua cabang-cabang
keilmuan, seperti ilmu psikologi, sains, social, alam, politik, dan sebagainya
(QS. At-taubah:122).[9]
Dalam situasi dan kondisi seperti
sekarang ini, kekhawatiran dan kegelisahan umat islam menghadap tantangan dunia
global merupakan problem besar. Lembaga pendidikan Islam harus mengambil peran
dalam memelihara dan membentengi umat Islam dan generasi penerusnya. Lembaga
pendidikan islam harus membuat inovasi jika tidak ingin dianggap ketinggalan
zaman.
Sebagai solusi untuk meraih hasil
maksimal dalam memadukan pendidikan Islam (IMTAQ) dan IPTEK, baik institusional
ataupun interaksional adalah dengan mengembangkan konsep boarding school.
Sesungguhnya konsep boarding school bukan sesuatu yang baru dalam system
pendidikan Indonesia. Karena sejak lama konsep boarding school dikenal
dengan konsep pondok pesantren. Pondok Pesantren ini adalah cikal bakal boarding school di Indonesia.
Dalam lembaga ini diajarkan secara intensif ilmu-ilmu keagamaan dengan tingkat
tertentu sehingga produknya bisa menjadi “Kiyai atau Ustadz” yang nantinya akan
bergerak dalam bidang dakwah keagamaan dalam masyarakat.
Kehadiran boarding school telah memberikan alternative pendidikan bagi
para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya. Seiring dengan pesatnya
modernitas, dimana orang tua tidak hanya Suami yang bekerja tapi juga istri
bekerja sehingga anak tidak lagi terkontrol dengan baik maka boarding school
adalah tempat terbaik untuk menitipkan anak-anak mereka baik makannya,
kesehatannya, keamanannya, sosialnya, dan yang paling penting adalah
pendidikanya yang sempurna.
Selain itu program boarding school
merupakan salah satu jawabah atas kegelisahan masyarakat akan rendahnya daya
saing madrasah aliyah dalam persaingan merebutkan kursi PTN umum ternama baik
melalui jalur beasiswa maupun jalur tes. Program boarding school selain
menekankan ilmu-ilmu keagamaan juga memperhatikan materi-materi dasar keilmuan,
seperti matematika, biologi, fisika, kimia, bahasa Inggris dan computer.[10]
Boarding school memiliki peranan
penting dan strategis dalam pembentukan akhlak yang paripurna, hal ini bisa
dicermati dari latar belakang berdirinya boarding school yang memadukan
kurikulum pesantren dengan sekolah umum.
Sejak munculnya konsep boarding school
pada tahun 1990an, proses pelaksaannya diarahkan pada:
1.
Mengembangkan lingkungan belajar
yang Islami
2.
Menyelenggarakan
program pembelajaran dengan system mutu terpadu dan terintegrasi yang
memberikan bekal kecerdasan intelektual, spiritual dan emosional, serta
kecakapan hidup (Life Skill).
3.
Mengelola
lembaga pendidikan dengan sistem manajemen yang efektif, kondusif, kuat,
bersih, modrn dan memiliki daya saing.
4.
Mengoptimalkan peran serta orang
tua, masyarakat dan pemerintah.
Dari berbagai proses yang
diterapkan di boarding school tersebut, tujuan dan hasilnya dapat diarahkan
untuk:
1.
Menghasilkan generasi yang
beraqidah, shalih, berprikebadian matang, mandiri, sehat, disiplin, bermanfaat
tinggi.
2.
Menghasilkan generasi berprestasi
dalam akademik dan daya saing tinggi
3.
Menghasilkan generasi yang memiliki
kecakapan dan keahlian dalam menunjang kehipannya.
4.
Menghasilkan generasi mandiri,
kreatif, inovatif dan jiwa wirausaha.[11]
B.
Kesimpulan
Instabilitas (ketidakstabilan
keadaan) yang selama ini melanda Indonesia, cukup mengganggu proses belajar
mengajar di Indonesia, sehingga mengganggu terciptanya sumber daya manusia
(SDM) di masa mendatang. Melihat kondisi seperti ini, menurut Menteri Pendidikan
Nasional Prof DR Yahya Muhaimin, semua harus selalu waspada, jangan sampai
generasi muda kita menjadi generasi yang lemah (dhoif), cengeng dan tidak bisa
berdiri sendiri. Untuk menciptakan generasi muda yang berkualitas, tidak bisa
dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi harus dijalin suatu kerja sama yang
baik antara pihak sekolah, guru, orang tua siswa dan siswa itu sendiri.
Factor-faktor pendukung
berkembangnya boarding school adalah:
1.
Lingkungan
sosial yang kini telah banyak berubah, terutama di kota-kota besar.
2.
Keadaan ekonomi
masyarakat yang semakin membaik, mendorong pemenuhan kebutuhan di atas
kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pendidikan.
3.
Cara pandang
religiusitas masyarakat telah, sedang, dan akan terus berubah kea rah yang
lebih baik
Berdasarkan faktoe-faktor tersebut di atas,
peranan boarding school di Indonesia diharapkan menjadi solusi yang tepat untuk
menciptakan generasi yang memiliki kekuatan IMTAK dan IPTEK yang mampu bersaing
di dunia global.
[1]
A.
Halim Fathani Tahya, “Boarding School dan Pesantren Masa Depan”, dalam http://masthoni.wordpress.com/2009/06/14/boarding-school-dan-pesantren-masa-depan/#more-162 (14 Juni 2009).
[2]
Sutrisno Muslimin, “Boarding School: Solusi
Pendidikan Untuk Melahirkan Pemimpin Masa Depan”, dalam http://sutris02.wordpress.com/
[3]
Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan
Islam, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2008), 246.
[4]
Profil Boarding school SMAN 1 Surakarta, dalam
http://boardingschool.wordpress.com/sekilas-boarding-school/
[5]
Diolah dari berbagai sumber: Fatah Yasin, Dimensi-dimensi
Pendidikan Islam, hal.251-253. http://www.nfbs.or.id/?q=topik/kelembagaan/09/10/2009/visi-misi-dan-tujuan.
http://boardingschool.wordpress.com/sekilas-boarding-school/.
http://www.gemari.or.id/artikel/683.shtml.
[6] A.
Halim Fathani Tahya, “Boarding School dan Pesantren Masa Depan”, dalam http://masthoni.wordpress.com/2009/06/14/boarding-school-dan-pesantren-masa-depan/#more-162 (14 Juni 2009).
[7] Abd
A’la, Pembaruan Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), 49.
[8] Ibid.
[9]
Ginandjar Kartasasmita, Peran Pondok
Pesantren Dalam Membangun Sumber Daya Manusia Indonesia yang Berkualitas, dalam
www.ginandjar.com
[10]
Khusnul Khotimah, Islam dan Globalisasi:
Sebuah Pandangan Tentang Universitas Islam, (Komunika, Vol.3 No.1
Januari-Juni 2009 pp.114-132)
[11]
http://www.gemari.or.id/artikel/683.shtml,
8 Juli 2012.