Sabtu, 31 Mei 2014

TUGAS MAKALAH : MATERI BOARDING SCHOOL

BOARDING SCHOOL DAN PERANANNYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM


Oleh:RAVI BAINUR
A.      Pendahuluan
Memasuki abad ke 21, bangsa-bangsa di dunia sedang berlomba dalam pengembangan berbagai teknologi strategis di dunia global. Dampak perkembangan teknologi menyebabkan parubahan budaya, gaya hidup dan prilaku sangat drastis. Terutama budaya-budaya ketimuran (islami) semakin terjepit oleh budaya Barat yang dikemas dengan beragam media dan cara.[1]
Isu globalisasi tidak terlepas dari booming ekonomi yang melanda dunia, yang menghilangkan semua sekat-sekat budaya, geografis, dan ideology sebuah Negara. Tidak hanya sampai disitu tetapi juga berkaitan dengan persoalan-persoalan lain, seperti budaya,
social, agama, politik, pendidikan dan hampir seluruh aspek kehidupan.[2]
Instabilitas (ketidakstabilan keadaan) yang selama ini melanda Indonesia, cukup mengganggu proses belajar mengajar di Indonesia, sehingga mengganggu terciptanya sumber daya manusia (SDM) di masa mendatang. Melihat kondisi seperti ini, menurut Menteri Pendidikan Nasional Prof DR Yahya Muhaimin, semua harus selalu waspada,
jangan sampai generasi muda kita menjadi generasi yang lemah (dhoif), cengeng dan tidak bisa berdiri sendiri.
Untuk menciptakan generasi muda yang berkualitas, tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi harus dijalin suatu kerja sama yang baik antara pihak sekolah, guru, orang tua siswa dan siswa itu sendiri.[3]
Dampak dari terjadinya globalisasi adalah terjadinya persaingan antar bangsa yang semakin tajam terutama dalam ekonomi serta bidang keilmuan dan teknologi. Hanya segara yang unggul dalam bidang ekonomi dan penguasaan IPTEK sajalah yang akan mengambil manfaat dari globalisasi. Keunggulan dalam bidang ekonomi dan teknologi hanya bisa dicapai dengan Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan demikian tantangan dalam menghadapi globalisasi adalah dengan meningkatkan daya saing bangsa Indonesia dalam menghasilkan karya yang bermutu sebagai hasil dari penguasaan dalam bidang IPTEK.
Terkait dengan kebutuhan untuk mempersiapkan SDM yang berkualitas yang mampu bersaing di era global, maka perlu penajaman visi pendidikan sebagai upaya mempersiapkan SDM yang berkualitas. Dengan melihat kondisi tersebut maka perlu dilakukan suatu upaya antisipasi dengan melakukan perbaikan sistim pendidikan.
Visi pendidikan nasional yaitu, ”mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermoral dan berakhlak" mengandung implikasi bahwa penyelenggaraan pendidikan haruslah mampu memadukan pendidikan ilmiah dengan pendidikan moral dan akhlak. Nilai-nilai agama adalah nilai-nilai universal yang dapat diimplementasikan dalam segala bidang. Oleh karena itu, islam sebagai agama yang memiliki nilai-nilai luhur yang ajarannya bersifat menyeluruh, melingkupi semua bidang kehidupan manusia menjadi alternative pilihan terbaik untuk dijadikan landasan pengembangan sistim pendidikan.  
Memasuki era baru ini, muncullah lembaga pendidikan "Boarding School" yang memadukan system pesantren dan sekolah umum. Dengan tujuan memberi bekal kefahaman agama dan IPTEK secara seimbang.

A.      Pembahasan
1.      Pengertian Boarding School
Boarding school terdiri dari dua kata yaitu boarding dan school. Boarding berarti asrama. Dan school berarti sekolah. Boarding School adalah sistem sekolah berasrama, dimana peserta didik dan juga para guru dan pengelola sekolah tinggal di asrama yang berada dalam lingkungan sekolah dalam kurun waktu tertentu.
boarding school adalah sekolah yang memiliki asrama, di mana para siswa hidup; belajar secara total di lingkungan sekolah. Karena itu segala jenis kebutuhan hidup dan kebutuhan belajar disediakan oleh sekolah.
2.      Factor-faktor Berkembangnya Boarding School
Keberadaan Boarding School adalah suatu konsekuennsi logis dari perubahan lingkungan sosial dan keadaan ekonomi serta cara pandang religiusitas masyarakat. Dijelaskan sebagai berikut:
1.      Lingkungan sosial yang kini telah banyak berubah, terutama di kota-kota besar. Sebagian besar penduduk tidak lagi tinggal dalam suasana masyarakat yang homogen, kebiasaan lama bertempat tinggal dengan keluarga besar satu klan atau marga telah lama bergeser kearah masyarakat yang heterogen, majemuk, dan plural. Hal ini berimbas pada pola perilaku masyarakat yang berbeda karena berada dalam pengaruh nilai-nilai yang berbeda pula. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat yang terdidik dengan baik menganggap bahwa lingkungan sosial seperti itu sudah tidak lagi kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan intelektual dan perkembangan anak.
2.      Keadaan ekonomi masyarakat yang semakin membaik, mendorong pemenuhan kebutuhan di atas kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Bagi kalangan menengah-atas yang baru muncul akibat tingkat pendidikan mereka yang cukup tinggi sehingga mendapatkan posisi-posisi yang baik dalam lapangan pekerjaan berimplikasi pada tingginya penghasilan mereka. Hal ini mendorong niat dan tekad untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak melebihi pendidikan yang telah diterima oleh orang tuanya.
3.      Cara pandang religiusitas masyarakat telah, sedang, dan akan terus berubah. Kecenderungan terbaru masyarakat perkotaan sedang bergerak ke arah yang semakin religius. Indikatornya adalah semakin diminati dan semaraknya kajian dan berbagai kegiatan keagamaan. Modernitas membawa implikasi negatif dengan adanya ketidak seimbangan antara kebutuhan ruhani dan jasmani. Untuk itu masyarakat tidak ingin hal yang sama akan menimpa anak-anak mereka. Intinya, ada keinginan untuk melahirkan generasi yang lebih agamis atau memiliki nilai-nilai hidup yang baik mendorong orang tua mencarikan sistem pendidikan alternatif.[4]
3.      Karakteristik Boarding School
Secara embrional, boarding school telah mengembangkan aspek-aspek tertentu dari nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Sejak awal berdirinya lembaga ini sangat menekankan kepada moralitas dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemandirian, kesederhanaan, dan sejenisnya. [5]
Karakteristik system pendidikan Boarding School, diantaranya adalah:
1.      Dari segi sosial, system boarding school mengisolasi anak didik dari lingkungan sosial yang heterogen yang cenderung buruk. Di lingkungan sekolah dan asrama dikonstruksi suatu lingkungan sosial yang relatif homogen yakni teman sebaya dan para guru pembimbing. Homogen dalam tujuan yakni menuntut ilmu sebagai sarana mengejar cita-cita.
2.      Dari segi ekonomi, boarding school memberikan layanan yang paripurna sehingga menuntut biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu anak didik akan benar-benar terlayani dengan baik melalui berbagai layanan dan fasilitas.
3.      Dari segi semangat religiusitas, boarding school menjanjikan pendidikan yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan ruhani, intelektual dan spiritual. Diharapkan akan lahir peserta didik yang tangguh secara keduniaan dengan ilmu dan teknologi, serta siap secara iman dan amal saleh.[6]
4.      Klasifikasi Boarding School
Klasifikasi boarding school menurut jenisnya:
1.      Menurut system bermukim siswa
a.    All boarding school: seluruh siswa bermukim di sekolah
b.    Boarding day school: sebagian siswa tinggal di asrama dan sebagian lagi tinggal di sekitar asrama
c.    Day boarding: mayoritas siswa tidak tinggal di asrama meskipun sebagian ada yang tinggal di asrama
2.      Menurut jenis siswa
a.    Junior boarding school: sekolah yang menerima murid dari tingkat SD sampai SMP, namun umumnya tingkat SMP saja.
b.    Co-educational school: Sekolah yang menerima siswa laki-laki dan perempuan
c.    Boys school: Sekolah yang menerima siswa laki-laki saja
d.    Pre- professional arts school: Sekolah khusus untuk seniman
e.    Special-Need Boarding School: Sekolah untuk anak-anak yang bermasalah dengan sekolah biasa
3.      Menurut system sekolah
a.    Military school: Sekolah yang mengikuti aturan militer dan biasanya menggunakan seragam khusus
b.    5 day boarding school: Sekolah dimana siswa dapat memilih untuk tinggal diasrama atau pulang di akhir pekan
5.    Perbedaan Boarding School dengan Sekolah Formal
No.
Kriteria
Sekolah Formal
Boarding School
1
Fasilitas
Fasilitas standar sekolah umum
Dilengkapi fasilitas hunian dan berbagai fasilitas pendukung (sarana ibadah, olahraga, dll)
2
Kegiatan harian
Jadwal kegiatan terbatas pada KBM
Jadwal kegiatan harian teratur
3
Sistem pendidikan
Pengajaran formal di kelas dan kegiatan ekstrakurikuler
Pengajaran formal, ekstrakurikuler, pendidikan khusus /informal (keagamaan dll)
4
Aktivitas
Siswa datang ke sekolah untuk belajar kemudian pulang
Siswa belajar dan tinggal di sekolah, kehidupan siswa ada di sekolah
5
kurikulum
Kurikulum standar Nasional
Kurikulum standar Nasional, kurikulum Departemen Agama, dan kurikulum tambahan khas Boarding School
6
Karakter arsitektur
Terdiri dari satu atau beberapa massa yang kompak
Banyak massa yang menyebar dengan massa hunian umumnya mengelilingi massa hunian
7
Pemanfaatan waktu
Waktu sangat terbatas pada KBM
Tidak terbatas di jam belajar, juga di jam pelajaran
8
Proses pendidikan
Perhatian guru tidak optimum, karena keterbatasan waktu dan perbandingan jumlah siswa dan guru yang relative besar
Perhatian lebih optimum, karena waktu interaksi yang dimiliki lebih banyak, perbandingan siswa dan guru lebih kecil
9
Jumlah siswa
40-45 orang
Minimla 18 orang maksimal 30 orang
10
konsep
Sekuler (memisahkan agama dan ilmu pengetahuan, dan penerapan kehidupan sehari-hari)
Islam integrated (hal ini berdasar konsep ajaran islam yang meliputi bidang sosial, budaya, politik, science)
11
Nuansa religius
Hampir tidak tampak
Sangat kental, terlihat dari segi berpakaian dan kebiasaan
Perbedaan Secara Terjemahan Arsitektural
No.
Kriteria
Sekolah Formal
Boarding School
1
kurikulum
Tidak membutuhkan ruang belajar khusus
Membutuhkan belajar khusus untuk tahfidz dan tarikh islam
2
Jumlah anak didik
Ruang kelas berukuran minimum 90 m² (kapasitas 45 orang)
Ruang kelas 72 m² (kapasitas 30 orang) dan ruang kelas 30 m² (kapasitas 18 orang)
3
Konsep
Bebas
Lingkungan sekolah islami (membangkitkan penghayatan terhadap nilai-nilai islam) bangunan sebagai penghayatan Islam
4
Nuansa religius
Arsitektur tidak harus mendukung terjadinya pengalaman spiritual
Arsitektur sangat mendukung, menggunakan keteraturan pola dan beradaptasi untuk ketenangan, menghubungkan ruang dalam dan ruang luar
5
Pembagian kelas
Jumlah ruang kelas berdasarkan ruang murid secara keseluruhan
Jumlah ruang kelas berdasarkan seluruh jumlah siswa putra dan putri
6
Fungsi masjid
Peletakan masjid tidak menjadi focus perancangan
Masjid aktif, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan komunitas sekolah.
1.      Keunggulan Boarding School
Banyak keunggulan yang terdapat dalam sistem asrama atau boarding school ini. Dengan sistem pesantren atau mondok, seorang siswa atau santri tidak hanya belajar secara kognitif, melainkan juga afektif dan psikomotor.
Salah satu cara terbaik mengajarkan dunia afektif adalah pemberian teladan dan contoh dari para pemimpin dan orang-orang yang berpengaruh di sekitar anak. Dengan mengasramakan anak didik sepanjang 24 jam, anak didik tidak hanya mendapatkan pelajaran secara kognitif, melainkan dapat menyaksikan langsung bagaimana perilaku ustadz, guru, dan orang-orang yang mengajarkan mereka. Para siswa bisa menyaksikan langsung, bahkan mengikuti imam, bagaimana cara salat yang khusuk, misalnya. Ini sangat berbeda dengan pelajaran salat, misalnya, yang tanpa disertai contoh dan pengalaman makmum kepada imam yang salatnya khusuk. Jangan-jangan pelajaran di ke kelas bisa berbeda dengan pelaksanaan di rumah saat murid/santri melaksanakannya sendiri.
Sistem boarding school mampu mengoptimalkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor siswa, maka sistem mesantren ini memiliki prasyarat agar para guru dan pengelola sekolah siap mewakafkan dirinya selama 24 jam. Selama siang dan malam ini, mereka melakukan proses pendidikan, baik ilmu pengetahuan, maupun memberikan contoh bagaimana mengamalkan berbagai ilmu yang diajarkan tersebut.
Kelebihan-kelebihan lain dari sistem ini adalah sistem boarding lebih menekankan pendidikan kemandirian. Berusaha menghindari dikotomi keilmuan (ilmu agama dan ilmu umum). Dengan pembelajaran yang mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum diharapkan akan membentuk kepribadian yang utuh setiap siswanya. Pelayanan pendidikan dan bimbingan dengan sistem boarding school yang diupayakan selama 24 jam, akan diperoleh penjadwalan pembelajaran yang lebih leluasa dan menyeluruh, segala aktifitas siswa akan senantiasa terbimbing, kedekatan antara guru dengan siswa selalu terjaga, masalah kesiswaan akan selalu diketahui dan segera terselesaikan, prinsip keteladanan guru akan senantiasa diterapkan karena murid mengetahui setiap aktifitas guru selama 24 jam. Pembinaan mental siswa secara khusus mudah dilaksanakan, ucapan, perilaku dan sikap siswa akan senantiasa terpantau, tradisi positif para siswa dapat terseleksi secara wajar, terciptanya nilai-nilai kebersamaan dalam komunitas siswa, komitmen komunitas siswa terhadap tradisi yang positif dapat tumbuh secara leluasa, para siswa dan guru-gurunya dapat saling berwasiat mengenai kesabaran, kebenaran, kasih sayang, dan penanaman nilai-nilai kejujuran, toleransi, tanggungjawab, kepatuhan dan kemandirian dapat terus-menerus diamati dan dipantau oleh para guru / pembimbing.[7]
Sekolah berasrama biasanya mempunyai fasilitas yang lengkap, sebagai penunjang pencapaian target program pendidikan sekolah berasrama. Dengan fsilitas lengkap sekolah dapat mengekplaitasi potensi untuk membangun lembaga pendidikan yang kompeten dalam menghasilkan output yang berkualitas.
Sekolah berasrama dapat merancang program pendidikan yang komprehensif-holistik dari program pendidikan kaagamaan, academic development, life skill sampai membangun wawasan global. Bahkan pembelajaran tidak hanya sampai pada tataran teoritis , tapi juga implementasi baik dalam konteks belajar ilmu ataupun belajar hidup.
Dalam sekolah berasrama semua elemen yang ada dalam kompleks sekolah terlibat dalam proses pendidikan. Aktornya tidak hanya guru atau bisa dibalik gurunya bukan hanya guru mata pelajaran,tapi semua orang dewasa yang ada di Boarding School adalah guru. Siwa tidak bisa lagi diajarkan bahasa-bahasa langit, tapi siswa melihat langsung praktek kehidupan dalam berbagai aspek. Begitu juga dalam membangun religious society, maka semua elemen yang terlibat mengimplmentasikan agama secara baik.
Sekolah berasrama mampu menampung siswa dari berbagai latar belakang yang berbeda. Siswa berasal dari berbagai daerah yang mempunyai latar belakang sosial, budaya, tingkat kecerdasan, kemempuan akademik yang sangat beraga, keadaan ini sangat kondusif untuk membangun wawasan nasional, dan siswa terbiasa berinteraksi dengan siswa yang berbeda.
Sekolah berasrama berupaya secara total untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Makanya, banyak sekolah berasrama yang mengadop pola penidikan militer untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Tata tertib dibuat sangat rigid lengkap dengan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya.
2.      Problematika Boarding School
Sampai saat ini sekolah-sekolah berasrama dalam pengamatan saya masih banyak mempunyai persoalan yang belum dapat diatasi sehingga banyak sekolah berasrama layu sebelum berkembang dan itu terjadi pada sekolah-sekolah boarding perintis. Faktor-faktornya adalah sebagai berikut:
1.    Ideologi Boarding school yang tidak jelas
Term ideology yang digunakan untuk menjelaskan tipologi atau corak sekolah berasrama, apakah religius, nasionalis, atau nasionalis-religius. Yang mengambil corak religius sangat beragam dari yang fundamentalis, moderat sampai liberal. Masalahnya dalam implementasi ideologinya tidak dilakukan secara kaffah. Terlalu banyak improvisasi yang bias dan keluar dari pakem atau frame ideology tersebut. Hal itu juga serupa dengan yang nasionalis, tidak mengadopsi pola-pola pendidikan kedisiplinan militer secara kaffah, akibatnya terdapat kekerasan dalam sekolah berasrama.
2.    Dikotomi guru asrama vs guru sekolah
Sampai saat ini sekolah berasrama kesulitan mencari guru yang cocok untuk sekolah berasrama. Pabrikan guru tidak “memproduksi” guru-guru sekolah berasrama. Akibatnya, masing-masing sekolah mendidik guru asramanya sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Guru sekolah (mata pelajaran) bertugas hanya untuk mengampu mata pelajarannya, sementara guru pengasuhan adalah tersendiri hanya bicara soal pengasuhan. Padahal idealnya, dua kompetensi tersebut harus melekat dalam Boarding school.
3.    Kurikulum Pengasuhan yang tidak Baku
Salah satu yang membedakan sekolah-sekolah berasrama adalah kurikulum pengasuhannya. Kalau bicara kurikulum academicnya dapat dipastikan hampir sedikit perbedaannya. Semuanya mengacu kepada kurikulum KTSP-nya produk DEPDIKNAS dengan ditambah pengayaan atau suplemen kurikulum international dan muatan local. Tapi kalau bicara tentang pola pengasuhan sangat beragam, dari yang sangat militer (disiplin) sampai ada yang terlalu lunak. Kedua-duanya mempunyai efek negative, pola militer melahirkan siswa yang berwatak keras dan terlalu lunak menimbulkan watak licik yang bisa mengantar sang siswa mempermainkan
4.      Sekolah dan Asrama Terletak dalam Satu Lokasi
Umumnya sekolah-sekolah berasrama berada dalam satu lokasi dan dalam jarak yang sangat dekat. Kondisi ini yang telah banyak berkontribusi dalam menciptakan kejenuhan anak berada di sekolah Asrama. Karena menurut Komaruddin Hidayat (Direktur Executive Madania), siswa harus mengalami semacam proses berangkat ke sekolah. Dengan begitu, mereka mengenyam suasana meninggalkan tempat menginap, berinteraksi dengan sesama siswa di jalan, serta melihat aktivitas masyarakat sepanjang jalan, sehingga siswa dituntut memiliki mobilitas tinggi, kesehatan dan kebugaran yang baik, dan dapat membaca setiap fenomena yang ada disekitarnya.[8]
A.      Peranan Boarding School Terhadap Pengembangan Pendidikan Islam
Islam adalah agama yang sangat mementingkan bahkan mewajibkan penganutnya untuk selalu menuntut ilmu. Islam menyamakan menuntut ilmu dengan ibadah, dan memberikan pujian yang sangat tinggi pada orang yang berilmu serta mengangkat derajat mereka diantara diantara manusia lain. Secara konteks, perintah itu tidak terbatas pada ilmu agama dan ibadah saja, melainkan diperintahkan pula untuk menguasai semua cabang-cabang keilmuan, seperti ilmu psikologi, sains, social, alam, politik, dan sebagainya (QS. At-taubah:122).[9]
Dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini, kekhawatiran dan kegelisahan umat islam menghadap tantangan dunia global merupakan problem besar. Lembaga pendidikan Islam harus mengambil peran dalam memelihara dan membentengi umat Islam dan generasi penerusnya. Lembaga pendidikan islam harus membuat inovasi jika tidak ingin dianggap ketinggalan zaman.
Sebagai solusi untuk meraih hasil maksimal dalam memadukan pendidikan Islam (IMTAQ) dan IPTEK, baik institusional ataupun interaksional adalah dengan mengembangkan konsep boarding school. Sesungguhnya konsep boarding school bukan sesuatu yang baru dalam system pendidikan Indonesia. Karena sejak lama konsep boarding school dikenal dengan konsep pondok pesantren. Pondok Pesantren ini adalah cikal bakal boarding school di Indonesia. Dalam lembaga ini diajarkan secara intensif ilmu-ilmu keagamaan dengan tingkat tertentu sehingga produknya bisa menjadi “Kiyai atau Ustadz” yang nantinya akan bergerak dalam bidang dakwah keagamaan dalam masyarakat.
Kehadiran boarding school telah memberikan alternative pendidikan bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya. Seiring dengan pesatnya modernitas, dimana orang tua tidak hanya Suami yang bekerja tapi juga istri bekerja sehingga anak tidak lagi terkontrol dengan baik maka boarding school adalah tempat terbaik untuk menitipkan anak-anak mereka baik makannya, kesehatannya, keamanannya, sosialnya, dan yang paling penting adalah pendidikanya yang sempurna.
Selain itu program boarding school merupakan salah satu jawabah atas kegelisahan masyarakat akan rendahnya daya saing madrasah aliyah dalam persaingan merebutkan kursi PTN umum ternama baik melalui jalur beasiswa maupun jalur tes. Program boarding school selain menekankan ilmu-ilmu keagamaan juga memperhatikan materi-materi dasar keilmuan, seperti matematika, biologi, fisika, kimia, bahasa Inggris dan computer.[10]
Boarding school memiliki peranan penting dan strategis dalam pembentukan akhlak yang paripurna, hal ini bisa dicermati dari latar belakang berdirinya boarding school yang memadukan kurikulum pesantren dengan sekolah umum.
Sejak munculnya konsep boarding school pada tahun 1990an, proses pelaksaannya diarahkan pada:
1.      Mengembangkan lingkungan belajar yang Islami
2.      Menyelenggarakan program pembelajaran dengan system mutu terpadu dan terintegrasi yang memberikan bekal kecerdasan intelektual, spiritual dan emosional, serta kecakapan hidup (Life Skill).
3.      Mengelola lembaga pendidikan dengan sistem manajemen yang efektif, kondusif, kuat, bersih, modrn dan memiliki daya saing.
4.      Mengoptimalkan peran serta orang tua, masyarakat dan pemerintah.
Dari berbagai proses yang diterapkan di boarding school tersebut, tujuan dan hasilnya dapat diarahkan untuk:
1.      Menghasilkan generasi yang beraqidah, shalih, berprikebadian matang, mandiri, sehat, disiplin, bermanfaat tinggi.
2.      Menghasilkan generasi berprestasi dalam akademik dan daya saing tinggi
3.      Menghasilkan generasi yang memiliki kecakapan dan keahlian dalam menunjang kehipannya.
4.      Menghasilkan generasi mandiri, kreatif, inovatif dan jiwa wirausaha.[11]
B.       Kesimpulan
Instabilitas (ketidakstabilan keadaan) yang selama ini melanda Indonesia, cukup mengganggu proses belajar mengajar di Indonesia, sehingga mengganggu terciptanya sumber daya manusia (SDM) di masa mendatang. Melihat kondisi seperti ini, menurut Menteri Pendidikan Nasional Prof DR Yahya Muhaimin, semua harus selalu waspada, jangan sampai generasi muda kita menjadi generasi yang lemah (dhoif), cengeng dan tidak bisa berdiri sendiri. Untuk menciptakan generasi muda yang berkualitas, tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi harus dijalin suatu kerja sama yang baik antara pihak sekolah, guru, orang tua siswa dan siswa itu sendiri.
Factor-faktor pendukung berkembangnya boarding school adalah:
1.      Lingkungan sosial yang kini telah banyak berubah, terutama di kota-kota besar.
2.      Keadaan ekonomi masyarakat yang semakin membaik, mendorong pemenuhan kebutuhan di atas kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pendidikan.
3.      Cara pandang religiusitas masyarakat telah, sedang, dan akan terus berubah kea rah yang lebih baik
Berdasarkan faktoe-faktor tersebut di atas, peranan boarding school di Indonesia diharapkan menjadi solusi yang tepat untuk menciptakan generasi yang memiliki kekuatan IMTAK dan IPTEK yang mampu bersaing di dunia global.


[1]  A. Halim Fathani Tahya, “Boarding School dan Pesantren Masa Depan”, dalam http://masthoni.wordpress.com/2009/06/14/boarding-school-dan-pesantren-masa-depan/#more-162 (14 Juni 2009).
[2]  Sutrisno Muslimin, “Boarding School: Solusi Pendidikan Untuk Melahirkan Pemimpin Masa Depan”, dalam http://sutris02.wordpress.com/
[3] Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2008), 246.
[4] Profil Boarding school SMAN 1 Surakarta, dalam http://boardingschool.wordpress.com/sekilas-boarding-school/

[6]  A. Halim Fathani Tahya, “Boarding School dan Pesantren Masa Depan”, dalam http://masthoni.wordpress.com/2009/06/14/boarding-school-dan-pesantren-masa-depan/#more-162 (14 Juni 2009).
[7]  Abd A’la, Pembaruan Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), 49.
[8]  Ibid.

[9] Ginandjar Kartasasmita, Peran Pondok Pesantren Dalam Membangun Sumber Daya Manusia Indonesia yang Berkualitas, dalam www.ginandjar.com
[10] Khusnul Khotimah, Islam dan Globalisasi: Sebuah Pandangan Tentang Universitas Islam, (Komunika, Vol.3 No.1 Januari-Juni 2009 pp.114-132)